Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
118
PENGARUH TERAPI RELAKSASI MEDITASI TERHADAP PENURUNAN TEKANAN
DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI WILAYAH BINAAN RUMAH SAKIT
EMANUEL KLAMPOK BANJARNEGARA
Sudiarto1, Rahayu Wijayanti2, Taat Sumedi3
1Akademi Keperawatan “YAKPERMAS” Banyumas
2 3 Jurusan Keperawatan FKIK Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
ABSTRACT
Hypertension of elderly is a systolic pressure that is equal or more than 140 mmHg
and/or diastolic pressure that is equal or more than 90 mmHg. One of hypertension
managements is without drug where the result is more than just only overcoming this disease
but also prevent stroke and heart attack. By relaxed meditation technique whole body will rest,
physical will rest, mental will rest, and improve the blood circulation to muscles so that the
muscles tend to relax and the blood pressure may reduce. This study on an elderly integrated
services post (Posyandu) in the region founded by Emanuel hospital at Kaliwinasuh Village
Klampok subdistrict Banjarnegara Regency, from November to December 2006, aimed to fiond
out the effect of relaxed meditation therapy on reduction of elderly blood pressure with
hypertension.
This was a pre-experimental study without control group with a one group pretestposttest
design. Sampling method used was total sampling. Respondent of this study was 30
elderly people suffering hypertension. Data collecting tool was a questionnaire (Indriyani,
2005), and observation was collected by measuring blood pressure before and after relaxed
meditation.
The results showed that that systolic blood pressure on the statistical test indicated
that P = 0.000 (P<0.05) meaning that H-a was accepted or systolic blood pressure between
before and after relaxed meditation can be reduced significantly in amount of 7.67 mmHg.
While diastolic blood pressure on the statistical test showed P = 0.161 (P>0.05) meaning that
H-a was rejected or diastolic blood pressure between before and after relaxed meditation
cannot be reduced significantly. Result of the study showed that there is an effect of relaxed
meditation on reduction of systolic blood pressure, however it needs a further study about this
effect by using control group as comparative, or other variables such as religion, marital status,
socioeconomic level.
Keywords: Hypertension, elderly, relaxed meditation, blood pressure.
PENDAHULUAN
Undang-undang Kesehatan No. 23
Pasal 4 tentang hak dan kewajiban
menjelaskan bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan yang
optimal, tidak terkecuali orang yang
berusia lanjut. Salah satu hasil
pembangunan Nasional di bidang
Kesehatan adalah meningkatnya umur
harapan hidup, sejalan dengan hal
tersebut akan meningkat pula kelompok
lanjut usia ( lansia ) di masyarakat.
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
119
Menurut laporan data Demografi
Penduduk International yang dikeluarkan
oleh Bureau of The Census USA (1993),
dilaporkan bahwa Indonesia pada tahun
1990 – 2025 akan mempunyai kenaikan
jumlah lansia sebesar 414 %, suatu angka
paling tinggi di seluruh dunia dibandingkan
kenaikan jumlah lansia di negara-negara
lain seperti: Kenya adalah sebesar 347 %,
Brasil 255 %, India 242 %, China 220 %,
Jepang 129 %, Jerman 66 %, Swedia 33
%. Sedangkan pertambahan lansia di
Indonesia menurut ahli dari WHO yang
berbicara dalam seminar lansia di
Amsterdam Nederland pada tanggal 4
Desember 1999, pertambahannya adalah
sebesar 400% antara tahun 2000 – 2025.
Beberapa hasil penelitian
epidemiologi didapatkan bahwa dengan
meningkatnya umur, tekanan darah
meninggi. Hipertensi menjadi masalah
pada usia lanjut karena sering ditemukan
dan menjadi lebih dari separuh kematian
diatas usia 60 tahun disebabkan oleh
penyakit jantung dan serebrovaskuler.
Secara nyata kematian karena penyakit
kardiovaskuler menurun dengan
pengobatan hipertensi. Dan sejalan
dengan pertambahan usia, tekanan darah
seseorang akan meningkat pula. Satu dari
lima pria berusia antara 35 sampai 45
tahun memiliki tekanan darah yang tinggi.
Angka prevalensi tersebut menjadi dua kali
lipat pada usia antara 45 – 54 tahun.
Separoh dari mereka yang berusia 55 – 64
tahun mengindap hipertensi. Pada usia 65
– 74 tahun, prevalensinya menjadi lebih
tinggi lagi, sekitar 60 persen menderita
hipertensi.
Dari hasil survey hipertensi yang
telah diadakan di Indonesia selama ini,
bahwa prevalensi hipertensi pada orang –
orang Indonesia dewasa berkisar 5 – 10 %
dan angka ini akan menjadi lebih dari 20%
pada kelompok umur diatas 50 tahun.
Hasil survey pada suatu masyarakat desa
Kenteng Ambarawa (Jawa Tengah) dari
243 lansia,prevalensi hipertensi sebanyak
33%(Boedhi Darmojo, 1999). Sedangkan
di Posyandu lansia wilayah binaan RSU
Emanuel Klampok Banjarnegara dari 120
lansia, sekitar 30 % mengalami hipertensi.
(Komunikasi pribadi dengan kader
Posyandu lansia).
Salah satu pengelolaan penderita
hipertensi adalah menggunakan
pengobatan non farmakologis yaitu
menciptakan keadaan rileks dengan
berbagai cara seperti meditasi, yoga yang
dapat mengontrol sistem syaraf yang
akhirnya menurunkan tekanan darah.
Dewasa ini ketenangan pikiran untuk
menjaga tekanan darah agar tetap normal
sudah terbukti sangat efektif (Knight,2001).
Menurut Suryani (2000), secara
umum latihan relaksasi meditasi dapat
menurunkan tekanan darah tinggi sistolik
lebih dari 20 mmHg dan diastolik 10 -15
mmHg. Relaksasi menjadikan efek obat
hipertensi lebih efektif, jika penderita yang
sedang melaksanakan pengobatan
farmakologis. Sedangkan menurut Brunner
& Suddart (2002), berdasarkan beberapa
penelitian, pendekatan non farmakologis
termasuk relaksasi merupakan intervensi
wajib yang harus di lakukan pada terapi
hipertensi.
Menurut Nelson dalam Sutrani,
Alam, Hadibroto (2004), melaporkan
banyaknya penderita hipertensi yang
berhasil mengelola penyakitnya tanpa
obat. Pengelolaan hipertensi tanpa obat,
hasilnya lebih dari sekedar mengatasi
penyakit ini saja, tapi juga sekaligus
mencegah stroke dan serangan jantung.
Obat hipertensi umumnya mempunyai efek
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
120
samping yang juga cukup serius, misalnya
beta blocker mengakibatkan sulit tidur,
kelelahan, dan gangguan pencernaan.
Disamping itu harganya cukup mahal.
Tujuan umum dari penelitian ini
adalah mengetahui pengaruh Relaksasi :
Meditasi terhadap penurunan tekanan
darah pada lansia dengan Hipertensi di
Wilayah binaan RSU Emanuel Klampok
Banjarnegara . Secara khusus penelitian
ini bertujuan 1).Mengetahui tekanan darah
sebelum dan sesudah melakukan
Relaksasi : Meditasi pada lansia dengan
hipertensi di Posyandu wilayah binaan
RSU Emanuel Klampok Banjarnegara 2).
Mengetahui karakteristik responden pada
lansia dengan hipertensi yang melakukan
Relaksasi : Meditasi di Posyandu wilayah
binaan RSU Emanuel Klampok
Banjarnegara. 3). Menganalisa pengaruh
Relaksasi : Meditasi terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia dengan
Hipertensi
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan jenis penelitian pra
eksperimen tanpa kelompok pembanding..
Rancangan penelitian yang digunakan
adalah one group pretest-posttest design.
Penelitian ini dilakukan di Posyandu Lansia
Desa Kaliwinasuh wilayah binaan Rumah
Sakit Emanuel Klampok.. Populasi dalam
penelitian ini adalah lansia dengan
hipertensi yang ada di Posyandu Lansia
wilayah binaan Rumah Sakit Emanuel
Klampok. Adapun tehnik pengambilan
sampelnya dengan menggunakan
sampling jenuh yaitu cara pengambilan
sampel dengan mengambil semua anggota
populasi menjadi sampel.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini
adalah : 1). Klien berusia 60 – 74 tahun.
2). Berada di posyandu lansia wilayah
binaan RSU Emanuel Klampok
Banjarnegara. 3). Bersedia mengikuti
terapi relaksasi meditasi dengan durasi 2 x
15 menit yang dilakukan 3 kali seminggu
selama 4 minggu. 4). Tekanan darahnya
antara 140/90 mm Hg sampai dengan
159/99 mm Hg yang diukur sebelum
perlakuan. 5). Bersedia menjadi responden
secara tertulis.
Sedangkan kriteria eksklusi adalah
:1) Klien berusia < 60 tahun dan > 75
tahun. 2). Tekanan darah < 140/90 mm Hg
dan > 159/99 mm Hg. 3). Tidak mengikuti
terapi relaksasi meditasi 3 kali seminggu
selama 4 minggu.
Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan program komputer
dan untuk analisa data menggunakan uji
statistik parametris yaitu Analisa Compare
Means dengan uji paired sample T test
atau uji T dependen untuk menguji
perbedaan hasil pre test dan post test
tekanan darah.
Penelitian ini merupakan salah
satu upaya untuk menurunkan tekanan
darah pada lansia dengan hipertensi
menggunakan tekhnik relaksasi meditasi
yang dilakukan selama satu bulan dengan
lama latihan 2 x 15 menit dengan frekuensi
3 kali / minggu. Eksperimen penelitian ini
dilakukan mulai tanggal 14 November
sampai dengan 14 Desember 2006 di
Posyandu lansia wilayah binaan Rumah
Sakit Emanuel Klampok Banjarnegara.
Dalam waktu tersebut diperoleh sebanyak
46 responden terdiri atas laki-laki dan
perempuan yang memenuhi kriteria inklusi
serta menanda tangani lembar
persetujuan. Dari 46 responden terdapat
16 orang yang drop out dalam penelitian
ini karena satu kali tidak mengikuti
perlakuan. Oleh karena itu dalam analisa
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
121
hasil penelitian ini didasarkan dari jumlah
responden yang mengikuti perlakuan
secara teratur dari awal sampai akhir
perlakuan yaitu n = 30 responden
HASIL DAN BAHASAN
Gambaran umum Responden
Responden dalam penelitian ini
adalah lansia yang berada di Posyandu
Lansia Desa Kaliwinasuh Klampok
Banjarnegara tahun 2006 dengan kriteria
usia antara 60 – 74 tahun, mempunyai
tekanan darah antara 140/90 mm Hg
sampai dengan 159/99 mm Hg, mengikuti
terapi relaksasi meditasi dengan durasi 2 x
15 menit, 3 x seminggu selama 4 minggu,
jumlah responden 30 orang dimana
responden yang diteliti rata-rata berumur
64, 7 tahun dengan umur paling muda
adalah 60 tahun dan tertua 74 tahun.
Jumlah responden berdasar jenis kelamin
pada penelitian ini sebagian besar adalah
lansia perempuan sebanyak 22 orang atau
73,3 % dan sisanya lansia laki – laki
sebanyak 8 orang atau 26,7 %. Berdasar
tingkat pendidikan responden pada
penelitian ini adalah semuanya
berpendidikan SD, sedangkan jumlah
responden berdasar pada jenis pekerjaan
sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah
tangga sebanyak 21 orang lansia atau 70
% dan 8 orang lansia atau 26.7 % bekerja
sebagai petani sedangkan lansia yang
berprofesi lain – lain sebanyak satu lansia
atau 3.3 %. Dan jumlah responden
berdasar berat badan mempunyai rata –
rata berat badan 43,7 Kg, dengan berat
badan terendah 35 Kg dan tertinggi 57 Kg.
Lansia merupakan fenomena baru
dinegara yang sedang berkembang yang
mau menuju kearah proses kemajuan
pada berbagai bidang, sungguhpun
Indonesia masih banyak masalah sebagai
akibat krisis yang berkepanjangan, namun
fenomena yang tampak untuk lansia justru
berbeda, dimana kemajuan dalam bidang
pelayanan kesehatan, ekonomi justru
memicu permasalahan baru dimana angka
harapan hidup meningkat, terutama untuk
wanita yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan laki-laki, dengan demikian maka
lansia wanita jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan lansia laki-laki, ratarata
umur lansia berkisar antara 60 sampai
74 tahun dengan rata-rata 67,4 tahun, usia
ini termasuk kategori lanjut usia, (WHO
dalam Nugroho,2000), dengan demikian
berdasarkan kategori ini maka
konsekwensi kesehatan, psikologi dan
sosial juga harus dipertimbangkan dalam
proses pembinaannya.
Dalam bidang kesehatan akan
terjadi proses degeneratif pada hampir
seluruh organ termasuk organ vital, dan
otot yang cenderung athropi, hal ini
disebabkan karena ketidak mampuan
jaringan untuk memperbaharui diri,
mengganti diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya, sehingga
hanya mempertahankan kemampuan sel
tersebut sampai pada titik paling akhir.
(Constantinides,1994 dalam Boedhi
Darmojo,1999). Salah satu perubahan
yang menonjol pada lansia adalah pada
sistem kardiovaskuler dimana massa
jantung bertambah, Ventrikel kiri
mengalami hipertrofi dan kemampuan
peregangan jantung berkurang karena
perubahan jaringan ikat dan penumpukan
lipofusin, hal ini akan mempengaruhi
elastisitas dan permeabilitas, sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan sistolik
dan perfusi jaringan (Pudjiastuti & Utomo,
2003), dengan demikian tekanan darah
akan meningkat, inilah yang menyebabkan
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
122
prevalensi hipertensi pada lansia
meningkat (Hayens et all, 2006).
Hal yang menyulitkan dalam
proses pembinaan kesehatan lansia,
disebabkan karena tingkat pendidikan
yang sangat rendah, dimana semua lansia
hanya berpendidikan Sekolah Dasar atau
Sekolah Rakyat waktu itu, sehingga
penyampaian pesan akan sangat teredusir
maknanya, karena jauhnya pemahaman
dengan pesan yang disampaikan, hal lebih
diperparah lagi dengan kemampuan
pendengaran dan penglihatan yang sudah
jauh berkurang, akan semakin menambah
transfer of communication tersebut.
Dalam hal ini perlu adanya teknik
komunikasi yang efektif pada lansia baik
secara verbal maupun non-verbal, menurut
Miller ( 1995 ) dalam Wijayanti (2006)
antara lain yaitu mulailah kontak dengan
bertukar nama dan jabat tangan, jelaskan
tujuan komunikasi, tunjukan sikap empati
yang sewajarnya, menciptakan situasi
lingkungan yang mendukung, serta
mengeliminir situasi agar tidak gaduh dan
hargai privasi lansia, kata yang pendek
dan singkat, kalimat sederhana, gaya
bicara lambat, ucapan tiap kata jelas,
volume dapat meningkat tetapi nada
rendah, ulangi pertanyaan dengan kata
yang sama, setiap komunikasi verbal
sebaiknya disertai dengan non-verbal yang
kuat. Sehingga bisa disimpulkan bahwa
komunikasi yang efektif merupakan
elemen mendasar dalam pelayanan pada
lansia, berkomunikasi dengan lansia
membutuhkan waktu dan kesabaran yang
ekstra.
Pengaruh Terapi Relaksasi Meditasi Terhadap Tekanan Darah
Tabel 1. Hasil Uji Statistik Antara Sebelum Dan Sesudah Relaksasi Meditasi Pada
Lansia Hipertensi
Variabel N Mean SD P value
Tekanan Sistolik
P I
P II
Tekanan diastolik
P I
P II
30
30
30
30
147.3
139.6
90.7
90.0
6.26
3.92
2.54
0.00
0.000
0.161
Dari tabel diatas menunjukkan
relaksasi meditasi dapat menurunkan
tekanan darah sistolik sebesar 7,67
mmHg, dan hasil uji statistik menunjukkan
nilai p (0,000) yang berati kurang dari nilai
a (0.05), sehingga kesimpulannnya Ha
diterima artinya tekanan darah systole
antara sebelum dan sesudah relaksasi
meditasi dapat diturunkan secara
bermakna, sebaliknya meskipun
diastoliknya dapat diturunkan sebesar 0,67
mmHg namun tidak cukup alasan secara
statistik untuk mengatakan ada perbedaan
penurunan diastole antara sebelum dan
sesudah relaksasi meditasi karena nilai p (
0.161 ) yang berarti masih lebih besar dari
nilai a (0.05), sehingga H.a ditolak
artinya tekanan darah diastolik antara
sebelum dan sesudah relaksasi meditasi
tidak turun secara bermakna.
Gambaran tekanan darah sistolik
sebelum melakukan relaksasi meditasi
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
123
menunjukan rata – rata sistolik sebelum
melakukan relaksasi meditasi adalah 147.3
mmHg dengan range sistolik terendah 140
mmHg dan tertinggi 160 mmHg.
Sedangkan sistolik sesudah melakukan
relaksasi meditasi menunjukan rata – rata
139.7 mmHg dengan renge 130 mmHg
sampai 150 mmHg. Sedangkan gambaran
tekanan darah diastolik sebelum relaksasi
meditasi menunjukan rata – rata 90.7
mmHg dengan range anatara 90 sampai
100 mmHg. Sedangkan diastolik sesudah
relaksasi meditasi menunujukan tekanan
yang sama yaitu 90 mmHg.
Tekanan darah sebelum dilakukan
tindakan relaksasi meditasi sistoliknya
rata-rata 147,3 mmHg, jika dibandingkan
setelah melakukan relaksasi meditasi
selama satu bulan tekanan darah
menunjukkan rata-rata sistoliknya 139,7
mmHg, hal ini berarti ada penurunan
sebanyak 7,6 mmHg atau berarti
penurunan sebesar 5,16 %, sedangkan
jika dibandingkan dengan range sistolik
sebelum relaksasi meditasi yang bergerak
dari 140 sampai 160 ternyata dengan
relaksasi meditasi mengalami penurunan
secara keseluruhan yaitu antara 130-150
mmHg.
Adapun tekanan diastolik rata-rata
sebelum relaksasi meditasi sebesar 90,7
mmHg, sedangkan sesudah relaksasi
meditasi selama satu bulan rata-ratanya
turun menjadi 90 mmHg atau turun
sebesar 0,08%, demikian juga dengan
range diastolik sebelum yang berkisar
antara 90 sampai 100, sesudah relaksasi
meditasi semua lansia mengalami
penurunan yaitu menjadi 90 mmHg.
Tekanan darah tersebut untuk kasus
sebelum melakukan relaksasi meditasi,
sudah termasuk kategori hipertensi stage 1
karena sistoliknya antara 140-159 mmHg,
sedangkan diastoliknya antara 90-99
mmHg (JNC, 2003).
Penurunan ini disebabkan karena
relaksasi meditasi pada prinsipnya adalah
memposisikan tubuh dalam kondisi tenang,
sehingga akan mengalami relaksasi dan
pada akhirnya akan mengalami kondisi
keseimbangan, dengan demikian relaksasi
meditasi yang berintikan pada pernafasan
akan meningkatkan sirkulasi oksigen ke
otot-otot, sehingga otot-otot akan
mengendur, tekanan darah akan menurun
(Suryani,2000)
Hasil uji statistik untuk sistolik
bermakna karena nilai p ( 0,000 ) yang
berarti lebih kecil dari a (0.05), dengan
demikian maka Ha-nya diterima sehingga
dapat disimpulkan ada perbedaan tekanan
darah sistolik antara sebelum dan sesudah
relaksasi meditasi selama satu bulan atau
dengan kata lain relaksasi meditasi dapat
menurunkan tekanan darah sebesar 7,67
mmHg, sedangkan untuk diastoliknya,
karena nilai p (0,161) berarti lebih besar
dari nilai a (0.05), maka H.a ditolak
artinya meditasi tidak cukup untuk
menurunkan tekanan darah diastolik.
Menurut Hayens, (2006), tekanan sistolik
salah satunya dipengaruhi oleh psikologis
sehingga dengan relaksasi akan
mendapatkan ketenangan dan tekanan
sistolik akan turun, selain itu tekanan darah
sistolik juga dipengaruhi sirkulasi sistemik
dan sirkulasi pulmonal sehingga dengan
relaksasi meditasi yang berfokus pada
pengaturan pernapasan akan terjadi
penurunan nadi dan penurunan tekanan
darah sistolik. Sedangkan tekanan diastolik
terkait dengan sirkulasi koroner, jika arteri
koroner mengalami aterosklerosis akan
mempengaruhi peningkatan tekanan darah
diastolik, sehingga dengan relaksasi
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
124
meditasi tidak mengalami penurunan
tekanan diastolik yang berarti.
Kelemahan pada penelitian ini
antara lain adalah tidak dilakukan
pemeriksaan pada responden sebelum
perlakuan guna mengetahui ada tidaknya
aterosklerosis pada sistem kardiovaskuler
yang akan mempengaruhi tekanan darah.
Menurut Suryani (2000) bahwa relaksasi
dapat menurunkan tekanan sistolik lebih
dari 20 mmHg dan diastolik antara 10
mmHg sampai 15 mmHg. Ternyata pada
penelitian ini tekanan sistolik turun 7.6
mmHg dan diastolik turun 0.67 mmHg.
Secara fisiologis aterosklerosis
mempengaruhi penurunan tekanan darah,
sehingga penulis mempunyai asumsi
bahwa tekanan diastolik yang tidak turun
secara bermakna pada penelitian ini
terpengaruh adanya elastisitas ataupun
aterosklerosis.
Proses intervensi pada penelitian
ini, para kader sudah diberi pelatihan
sebelumnya guna membantu jalannya
penelitian. Sedangkan responden juga
dilakukan beberapa kali pelatihan terapi
relaksasi sebelum perlakuan dengan
harapan sudah mengerti dan bisa
melakukan dengan benar tekhnik relaksasi
meditasi yang akan dilakukan pada
penelitian ini. Namun hal itu tidak bisa
menjamin para responden dapat
melakukan relaksasi meditasi dengan
sempurna karena tidak diamati secara
khusus dalam proses relaksasi meditasi
tersebut, apakah responden melakukan
relaksasi meditasi dengan benar atau
tidak.
SIMPULAN DAN SARAN
Rata-rata tekanan darah sistolik
sebelum relaksasi meditasi sebesar 147,3
mmHg, sedangkan diastoliknya 90,7
mmHg, setelah melakukan relaksasi
meditasi sistoliknya dapat diturunkan
sebasar 7,67 mmHg, sedangkan
diastoliknya 0,67 mmHg. Karakteristik
lansia meliputi rata-rata umur 64,7,
sebagian besar lansia wanita yaitu 73,3 %
dari 30 orang lansia, dengan pendidikan
semuanya setingkat Sekolah Dasar,
dengan mayoritas jenis pekerjaan ibu
rumah tangga sebanyak 70 % atau 21
orang. Ada perbedaan secara statistik
pada penurunan tekanan darah sistolik
sebesar 7.67 mmHg dengan nilai P
(0.000), setelah melakukan terapi relaksasi
meditasi. Untuk tekanan diastolik setelah
melakukan terapi relaksasi meditasi ada
penurunan sebesar 0.67 mmHg dengan
nilai P (0.161) yang berarti lebih besar dari
nilai a (0.05).
Bagi Dinas Kesehatan dan
Instansi terkait di Kabupaten Banjarnegara,
terapi relaksasi meditasi dapat menjadi
salah satu rencana program terhadap
intervensi keperawatan selanjutnya untuk
menurunkan tekanan darah pada lansia
dengan hipertensi. Bagi profesi perawat,
perlu adanya sosialisasi berupa terapi
relaksasi meditasi bagi pelaksana tindakan
asuhan keperawatan pada lansia dengan
hipertensi, sehingga terapi relaksasi
meditasi menjadi alternative intervensi
mandiri khususnya di wilayah binaan
Rumah Sakit Emanuel Klampok
Banjarnegara. Bagi peneliti yang akan
datang, perlu penelitian lanjutan dengan
memperhatikan variabel lainnya atau
menggunakan metodologi penelitian quasi
eksperimen yaitu menggunakan kelompok
kontrol untuk membandingkan penurunan
tekanan darah antara yang diberi terapi
relaksasi meditasi dengan yang tidak diberi
terapi relaksasi meditasi.
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
125
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Alimul, A., (2003), Riset
Keperawatan dan Tekhnik Penulisan
Ilmiah, Salemba Merdeka, Jakarta.
Brunner & Suddarth, (2002), Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC,
Jakarta
Crowin Elizabeth, J., (2001), Buku
Saku Patofisiologi, Alih Bahasa, Brahm, U.,
EGC, Jakarta.
Darmayanti, (2003),
Pemberdayaan Lansia di Indonesia,
Disampaikan dalam TOT Kader Posyandu
Lansia, Baturaden. Tidak dipublikasikan.
Darmojo - Boedhi., R. Martono
Hadi., H., (1999), Buku Ajar Geriatri ( Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut ), Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Emilda, Rillya, (1998), Pola
Penyakit Kronis, Pada Lanjut Usia Yang
Menjalani Asesmen Kesehatan Di Poliklinik
Geriatri RSUP. DR. Sarjito Tahun 1996-
1998, Fakultas Kedokteran Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta. Tidak
diterbitkan.
Galbraith, Paul, (1997), Meditate
Rejuvenate, Meditasi Hidup Indah Tanpa
Stres, Diterjemahkan dari Meditate
Rejuvenate Media Masters, Singapore,
Penerjemah, Dariyanto, PINKBOOKS,
Yogyakarta.
Hayens, Leenen, Soetrisno,
(2006), Buku Pintar Menaklukkan
Hipertensi, Penterjemah Karyani, Ladang
Pustaka & Intimedia, Jakarta.
Indriyani, Puji, (2005), Pengaruh
Latihan Fisik : Senam Aerobik Terhadap
Penurunan Kadar Gula Darah Pada
Penderita DM Tipe 2 Di Wilayah
Puskesmas Bukateja Purbalingga. Tidak
Dipublikasikan.
Karyadi, E., (2002), Hidup
Bersama Penyakit Hipertensi, Asam Urat,
Jantung Koroner, Intisari Mediatama,
Jakarta.
Knight, John, F., (2001), Jantung
Kuat Bernapas Lega, Penerjemah,
Panjaitan, M. & Lina Limanto, Indonesia
Publishing House, Indonesia.
Mansjoer, A., (2000), Kapita
Selekta Kedokteran, Editor, Mansjoer
Arif,…..(et al)…… Edisi 3, Cetakan 1,
Media Aesculapius FKUI, Jakarta.
Martin Shulman & Ellen Mandel. (
1998 ), Coomunicating Better With Older
People. http//www.ec-online.net/. diperoleh
14 Maret 2005.
Miller A. Calor. ( 1995 ), Nursing
Care Of Older Adult, Theori and Practice.
2 ndEd. Philadelphia : J.B Lippincott Co.
Notoatmojo, Soekidjo, (2002),
Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka
Cipta, Jakarta.
Nugroho, Wahjudi, (2000),
Keperawatan Gerontik, Editor, Monica,
Ester, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Pengobatan Hipertensi,
http://id.novartis.com/obat_tensi.shtml, 14
Maret 2006
Price, S. A., (1995), Pathofisiology
: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Alih Bahasa, Peter Anugrah, Editor,
Carolie Wijaya, Edisin 4, EGC, Jakarta.
Pudjiastuti, Utomo., (2003),
Fisioterapi pada lansia, Editor Monica
Ester, EGC, Jakarta.
Pusdiknakes, Dep Kes, (1993),
Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler, Editor,
Ni Luh Gede Yasmin Asih, EGC, Jakarta.
Santoso, (2000), Penatalaksanaan
Awal Jantung Berdasarkan Paradigma
Sehat, http://www.geoogle.com, 14 Maret
2006.
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
126
Suryani, Luh, Ketut, (2000),
Menemukan Jati Diri Dengan Meditasi,
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Sustrani, Lani., Santoso, Samsir.,
Hadibroto, Iwan., (2004), Hipertensi,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wijayanti, Rahayu,
(2006),Komunikasi Terapeutik Pada
Lansia, Hand Out MA : Keperawatan
Gerontik Semester III. Program Studi
Sarjana Keperawatan. Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto. Tidak
dipublikasikan.
Wolff, Hanns, Petter., (2005),
Hipertensi ( Cara Mendeteksi Dan
Mencegah Tekanan Darah Sejak Dini ),
Alih Bahasa, Lily Endang Joeliani, Buana
Ilmu Populer, Jakarta.
Selamat datang di Stikes Surya Global Yogyakarta jl. Blado Potorono Banguntapan, Bantul Yogyakarta Indonesia
Agung Presatwan
perawat
Monday, 23 December 2013
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
118
PENGARUH TERAPI RELAKSASI MEDITASI TERHADAP PENURUNAN TEKANAN
DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI WILAYAH BINAAN RUMAH SAKIT
EMANUEL KLAMPOK BANJARNEGARA
Sudiarto1, Rahayu Wijayanti2, Taat Sumedi3
1Akademi Keperawatan “YAKPERMAS” Banyumas
2 3 Jurusan Keperawatan FKIK Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
ABSTRACT
Hypertension of elderly is a systolic pressure that is equal or more than 140 mmHg
and/or diastolic pressure that is equal or more than 90 mmHg. One of hypertension
managements is without drug where the result is more than just only overcoming this disease
but also prevent stroke and heart attack. By relaxed meditation technique whole body will rest,
physical will rest, mental will rest, and improve the blood circulation to muscles so that the
muscles tend to relax and the blood pressure may reduce. This study on an elderly integrated
services post (Posyandu) in the region founded by Emanuel hospital at Kaliwinasuh Village
Klampok subdistrict Banjarnegara Regency, from November to December 2006, aimed to fiond
out the effect of relaxed meditation therapy on reduction of elderly blood pressure with
hypertension.
This was a pre-experimental study without control group with a one group pretestposttest
design. Sampling method used was total sampling. Respondent of this study was 30
elderly people suffering hypertension. Data collecting tool was a questionnaire (Indriyani,
2005), and observation was collected by measuring blood pressure before and after relaxed
meditation.
The results showed that that systolic blood pressure on the statistical test indicated
that P = 0.000 (P<0.05) meaning that H-a was accepted or systolic blood pressure between
before and after relaxed meditation can be reduced significantly in amount of 7.67 mmHg.
While diastolic blood pressure on the statistical test showed P = 0.161 (P>0.05) meaning that
H-a was rejected or diastolic blood pressure between before and after relaxed meditation
cannot be reduced significantly. Result of the study showed that there is an effect of relaxed
meditation on reduction of systolic blood pressure, however it needs a further study about this
effect by using control group as comparative, or other variables such as religion, marital status,
socioeconomic level.
Keywords: Hypertension, elderly, relaxed meditation, blood pressure.
PENDAHULUAN
Undang-undang Kesehatan No. 23
Pasal 4 tentang hak dan kewajiban
menjelaskan bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan yang
optimal, tidak terkecuali orang yang
berusia lanjut. Salah satu hasil
pembangunan Nasional di bidang
Kesehatan adalah meningkatnya umur
harapan hidup, sejalan dengan hal
tersebut akan meningkat pula kelompok
lanjut usia ( lansia ) di masyarakat.
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
119
Menurut laporan data Demografi
Penduduk International yang dikeluarkan
oleh Bureau of The Census USA (1993),
dilaporkan bahwa Indonesia pada tahun
1990 – 2025 akan mempunyai kenaikan
jumlah lansia sebesar 414 %, suatu angka
paling tinggi di seluruh dunia dibandingkan
kenaikan jumlah lansia di negara-negara
lain seperti: Kenya adalah sebesar 347 %,
Brasil 255 %, India 242 %, China 220 %,
Jepang 129 %, Jerman 66 %, Swedia 33
%. Sedangkan pertambahan lansia di
Indonesia menurut ahli dari WHO yang
berbicara dalam seminar lansia di
Amsterdam Nederland pada tanggal 4
Desember 1999, pertambahannya adalah
sebesar 400% antara tahun 2000 – 2025.
Beberapa hasil penelitian
epidemiologi didapatkan bahwa dengan
meningkatnya umur, tekanan darah
meninggi. Hipertensi menjadi masalah
pada usia lanjut karena sering ditemukan
dan menjadi lebih dari separuh kematian
diatas usia 60 tahun disebabkan oleh
penyakit jantung dan serebrovaskuler.
Secara nyata kematian karena penyakit
kardiovaskuler menurun dengan
pengobatan hipertensi. Dan sejalan
dengan pertambahan usia, tekanan darah
seseorang akan meningkat pula. Satu dari
lima pria berusia antara 35 sampai 45
tahun memiliki tekanan darah yang tinggi.
Angka prevalensi tersebut menjadi dua kali
lipat pada usia antara 45 – 54 tahun.
Separoh dari mereka yang berusia 55 – 64
tahun mengindap hipertensi. Pada usia 65
– 74 tahun, prevalensinya menjadi lebih
tinggi lagi, sekitar 60 persen menderita
hipertensi.
Dari hasil survey hipertensi yang
telah diadakan di Indonesia selama ini,
bahwa prevalensi hipertensi pada orang –
orang Indonesia dewasa berkisar 5 – 10 %
dan angka ini akan menjadi lebih dari 20%
pada kelompok umur diatas 50 tahun.
Hasil survey pada suatu masyarakat desa
Kenteng Ambarawa (Jawa Tengah) dari
243 lansia,prevalensi hipertensi sebanyak
33%(Boedhi Darmojo, 1999). Sedangkan
di Posyandu lansia wilayah binaan RSU
Emanuel Klampok Banjarnegara dari 120
lansia, sekitar 30 % mengalami hipertensi.
(Komunikasi pribadi dengan kader
Posyandu lansia).
Salah satu pengelolaan penderita
hipertensi adalah menggunakan
pengobatan non farmakologis yaitu
menciptakan keadaan rileks dengan
berbagai cara seperti meditasi, yoga yang
dapat mengontrol sistem syaraf yang
akhirnya menurunkan tekanan darah.
Dewasa ini ketenangan pikiran untuk
menjaga tekanan darah agar tetap normal
sudah terbukti sangat efektif (Knight,2001).
Menurut Suryani (2000), secara
umum latihan relaksasi meditasi dapat
menurunkan tekanan darah tinggi sistolik
lebih dari 20 mmHg dan diastolik 10 -15
mmHg. Relaksasi menjadikan efek obat
hipertensi lebih efektif, jika penderita yang
sedang melaksanakan pengobatan
farmakologis. Sedangkan menurut Brunner
& Suddart (2002), berdasarkan beberapa
penelitian, pendekatan non farmakologis
termasuk relaksasi merupakan intervensi
wajib yang harus di lakukan pada terapi
hipertensi.
Menurut Nelson dalam Sutrani,
Alam, Hadibroto (2004), melaporkan
banyaknya penderita hipertensi yang
berhasil mengelola penyakitnya tanpa
obat. Pengelolaan hipertensi tanpa obat,
hasilnya lebih dari sekedar mengatasi
penyakit ini saja, tapi juga sekaligus
mencegah stroke dan serangan jantung.
Obat hipertensi umumnya mempunyai efek
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
120
samping yang juga cukup serius, misalnya
beta blocker mengakibatkan sulit tidur,
kelelahan, dan gangguan pencernaan.
Disamping itu harganya cukup mahal.
Tujuan umum dari penelitian ini
adalah mengetahui pengaruh Relaksasi :
Meditasi terhadap penurunan tekanan
darah pada lansia dengan Hipertensi di
Wilayah binaan RSU Emanuel Klampok
Banjarnegara . Secara khusus penelitian
ini bertujuan 1).Mengetahui tekanan darah
sebelum dan sesudah melakukan
Relaksasi : Meditasi pada lansia dengan
hipertensi di Posyandu wilayah binaan
RSU Emanuel Klampok Banjarnegara 2).
Mengetahui karakteristik responden pada
lansia dengan hipertensi yang melakukan
Relaksasi : Meditasi di Posyandu wilayah
binaan RSU Emanuel Klampok
Banjarnegara. 3). Menganalisa pengaruh
Relaksasi : Meditasi terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia dengan
Hipertensi
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan jenis penelitian pra
eksperimen tanpa kelompok pembanding..
Rancangan penelitian yang digunakan
adalah one group pretest-posttest design.
Penelitian ini dilakukan di Posyandu Lansia
Desa Kaliwinasuh wilayah binaan Rumah
Sakit Emanuel Klampok.. Populasi dalam
penelitian ini adalah lansia dengan
hipertensi yang ada di Posyandu Lansia
wilayah binaan Rumah Sakit Emanuel
Klampok. Adapun tehnik pengambilan
sampelnya dengan menggunakan
sampling jenuh yaitu cara pengambilan
sampel dengan mengambil semua anggota
populasi menjadi sampel.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini
adalah : 1). Klien berusia 60 – 74 tahun.
2). Berada di posyandu lansia wilayah
binaan RSU Emanuel Klampok
Banjarnegara. 3). Bersedia mengikuti
terapi relaksasi meditasi dengan durasi 2 x
15 menit yang dilakukan 3 kali seminggu
selama 4 minggu. 4). Tekanan darahnya
antara 140/90 mm Hg sampai dengan
159/99 mm Hg yang diukur sebelum
perlakuan. 5). Bersedia menjadi responden
secara tertulis.
Sedangkan kriteria eksklusi adalah
:1) Klien berusia < 60 tahun dan > 75
tahun. 2). Tekanan darah < 140/90 mm Hg
dan > 159/99 mm Hg. 3). Tidak mengikuti
terapi relaksasi meditasi 3 kali seminggu
selama 4 minggu.
Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan program komputer
dan untuk analisa data menggunakan uji
statistik parametris yaitu Analisa Compare
Means dengan uji paired sample T test
atau uji T dependen untuk menguji
perbedaan hasil pre test dan post test
tekanan darah.
Penelitian ini merupakan salah
satu upaya untuk menurunkan tekanan
darah pada lansia dengan hipertensi
menggunakan tekhnik relaksasi meditasi
yang dilakukan selama satu bulan dengan
lama latihan 2 x 15 menit dengan frekuensi
3 kali / minggu. Eksperimen penelitian ini
dilakukan mulai tanggal 14 November
sampai dengan 14 Desember 2006 di
Posyandu lansia wilayah binaan Rumah
Sakit Emanuel Klampok Banjarnegara.
Dalam waktu tersebut diperoleh sebanyak
46 responden terdiri atas laki-laki dan
perempuan yang memenuhi kriteria inklusi
serta menanda tangani lembar
persetujuan. Dari 46 responden terdapat
16 orang yang drop out dalam penelitian
ini karena satu kali tidak mengikuti
perlakuan. Oleh karena itu dalam analisa
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
121
hasil penelitian ini didasarkan dari jumlah
responden yang mengikuti perlakuan
secara teratur dari awal sampai akhir
perlakuan yaitu n = 30 responden
HASIL DAN BAHASAN
Gambaran umum Responden
Responden dalam penelitian ini
adalah lansia yang berada di Posyandu
Lansia Desa Kaliwinasuh Klampok
Banjarnegara tahun 2006 dengan kriteria
usia antara 60 – 74 tahun, mempunyai
tekanan darah antara 140/90 mm Hg
sampai dengan 159/99 mm Hg, mengikuti
terapi relaksasi meditasi dengan durasi 2 x
15 menit, 3 x seminggu selama 4 minggu,
jumlah responden 30 orang dimana
responden yang diteliti rata-rata berumur
64, 7 tahun dengan umur paling muda
adalah 60 tahun dan tertua 74 tahun.
Jumlah responden berdasar jenis kelamin
pada penelitian ini sebagian besar adalah
lansia perempuan sebanyak 22 orang atau
73,3 % dan sisanya lansia laki – laki
sebanyak 8 orang atau 26,7 %. Berdasar
tingkat pendidikan responden pada
penelitian ini adalah semuanya
berpendidikan SD, sedangkan jumlah
responden berdasar pada jenis pekerjaan
sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah
tangga sebanyak 21 orang lansia atau 70
% dan 8 orang lansia atau 26.7 % bekerja
sebagai petani sedangkan lansia yang
berprofesi lain – lain sebanyak satu lansia
atau 3.3 %. Dan jumlah responden
berdasar berat badan mempunyai rata –
rata berat badan 43,7 Kg, dengan berat
badan terendah 35 Kg dan tertinggi 57 Kg.
Lansia merupakan fenomena baru
dinegara yang sedang berkembang yang
mau menuju kearah proses kemajuan
pada berbagai bidang, sungguhpun
Indonesia masih banyak masalah sebagai
akibat krisis yang berkepanjangan, namun
fenomena yang tampak untuk lansia justru
berbeda, dimana kemajuan dalam bidang
pelayanan kesehatan, ekonomi justru
memicu permasalahan baru dimana angka
harapan hidup meningkat, terutama untuk
wanita yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan laki-laki, dengan demikian maka
lansia wanita jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan lansia laki-laki, ratarata
umur lansia berkisar antara 60 sampai
74 tahun dengan rata-rata 67,4 tahun, usia
ini termasuk kategori lanjut usia, (WHO
dalam Nugroho,2000), dengan demikian
berdasarkan kategori ini maka
konsekwensi kesehatan, psikologi dan
sosial juga harus dipertimbangkan dalam
proses pembinaannya.
Dalam bidang kesehatan akan
terjadi proses degeneratif pada hampir
seluruh organ termasuk organ vital, dan
otot yang cenderung athropi, hal ini
disebabkan karena ketidak mampuan
jaringan untuk memperbaharui diri,
mengganti diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya, sehingga
hanya mempertahankan kemampuan sel
tersebut sampai pada titik paling akhir.
(Constantinides,1994 dalam Boedhi
Darmojo,1999). Salah satu perubahan
yang menonjol pada lansia adalah pada
sistem kardiovaskuler dimana massa
jantung bertambah, Ventrikel kiri
mengalami hipertrofi dan kemampuan
peregangan jantung berkurang karena
perubahan jaringan ikat dan penumpukan
lipofusin, hal ini akan mempengaruhi
elastisitas dan permeabilitas, sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan sistolik
dan perfusi jaringan (Pudjiastuti & Utomo,
2003), dengan demikian tekanan darah
akan meningkat, inilah yang menyebabkan
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
122
prevalensi hipertensi pada lansia
meningkat (Hayens et all, 2006).
Hal yang menyulitkan dalam
proses pembinaan kesehatan lansia,
disebabkan karena tingkat pendidikan
yang sangat rendah, dimana semua lansia
hanya berpendidikan Sekolah Dasar atau
Sekolah Rakyat waktu itu, sehingga
penyampaian pesan akan sangat teredusir
maknanya, karena jauhnya pemahaman
dengan pesan yang disampaikan, hal lebih
diperparah lagi dengan kemampuan
pendengaran dan penglihatan yang sudah
jauh berkurang, akan semakin menambah
transfer of communication tersebut.
Dalam hal ini perlu adanya teknik
komunikasi yang efektif pada lansia baik
secara verbal maupun non-verbal, menurut
Miller ( 1995 ) dalam Wijayanti (2006)
antara lain yaitu mulailah kontak dengan
bertukar nama dan jabat tangan, jelaskan
tujuan komunikasi, tunjukan sikap empati
yang sewajarnya, menciptakan situasi
lingkungan yang mendukung, serta
mengeliminir situasi agar tidak gaduh dan
hargai privasi lansia, kata yang pendek
dan singkat, kalimat sederhana, gaya
bicara lambat, ucapan tiap kata jelas,
volume dapat meningkat tetapi nada
rendah, ulangi pertanyaan dengan kata
yang sama, setiap komunikasi verbal
sebaiknya disertai dengan non-verbal yang
kuat. Sehingga bisa disimpulkan bahwa
komunikasi yang efektif merupakan
elemen mendasar dalam pelayanan pada
lansia, berkomunikasi dengan lansia
membutuhkan waktu dan kesabaran yang
ekstra.
Pengaruh Terapi Relaksasi Meditasi Terhadap Tekanan Darah
Tabel 1. Hasil Uji Statistik Antara Sebelum Dan Sesudah Relaksasi Meditasi Pada
Lansia Hipertensi
Variabel N Mean SD P value
Tekanan Sistolik
P I
P II
Tekanan diastolik
P I
P II
30
30
30
30
147.3
139.6
90.7
90.0
6.26
3.92
2.54
0.00
0.000
0.161
Dari tabel diatas menunjukkan
relaksasi meditasi dapat menurunkan
tekanan darah sistolik sebesar 7,67
mmHg, dan hasil uji statistik menunjukkan
nilai p (0,000) yang berati kurang dari nilai
a (0.05), sehingga kesimpulannnya Ha
diterima artinya tekanan darah systole
antara sebelum dan sesudah relaksasi
meditasi dapat diturunkan secara
bermakna, sebaliknya meskipun
diastoliknya dapat diturunkan sebesar 0,67
mmHg namun tidak cukup alasan secara
statistik untuk mengatakan ada perbedaan
penurunan diastole antara sebelum dan
sesudah relaksasi meditasi karena nilai p (
0.161 ) yang berarti masih lebih besar dari
nilai a (0.05), sehingga H.a ditolak
artinya tekanan darah diastolik antara
sebelum dan sesudah relaksasi meditasi
tidak turun secara bermakna.
Gambaran tekanan darah sistolik
sebelum melakukan relaksasi meditasi
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
123
menunjukan rata – rata sistolik sebelum
melakukan relaksasi meditasi adalah 147.3
mmHg dengan range sistolik terendah 140
mmHg dan tertinggi 160 mmHg.
Sedangkan sistolik sesudah melakukan
relaksasi meditasi menunjukan rata – rata
139.7 mmHg dengan renge 130 mmHg
sampai 150 mmHg. Sedangkan gambaran
tekanan darah diastolik sebelum relaksasi
meditasi menunjukan rata – rata 90.7
mmHg dengan range anatara 90 sampai
100 mmHg. Sedangkan diastolik sesudah
relaksasi meditasi menunujukan tekanan
yang sama yaitu 90 mmHg.
Tekanan darah sebelum dilakukan
tindakan relaksasi meditasi sistoliknya
rata-rata 147,3 mmHg, jika dibandingkan
setelah melakukan relaksasi meditasi
selama satu bulan tekanan darah
menunjukkan rata-rata sistoliknya 139,7
mmHg, hal ini berarti ada penurunan
sebanyak 7,6 mmHg atau berarti
penurunan sebesar 5,16 %, sedangkan
jika dibandingkan dengan range sistolik
sebelum relaksasi meditasi yang bergerak
dari 140 sampai 160 ternyata dengan
relaksasi meditasi mengalami penurunan
secara keseluruhan yaitu antara 130-150
mmHg.
Adapun tekanan diastolik rata-rata
sebelum relaksasi meditasi sebesar 90,7
mmHg, sedangkan sesudah relaksasi
meditasi selama satu bulan rata-ratanya
turun menjadi 90 mmHg atau turun
sebesar 0,08%, demikian juga dengan
range diastolik sebelum yang berkisar
antara 90 sampai 100, sesudah relaksasi
meditasi semua lansia mengalami
penurunan yaitu menjadi 90 mmHg.
Tekanan darah tersebut untuk kasus
sebelum melakukan relaksasi meditasi,
sudah termasuk kategori hipertensi stage 1
karena sistoliknya antara 140-159 mmHg,
sedangkan diastoliknya antara 90-99
mmHg (JNC, 2003).
Penurunan ini disebabkan karena
relaksasi meditasi pada prinsipnya adalah
memposisikan tubuh dalam kondisi tenang,
sehingga akan mengalami relaksasi dan
pada akhirnya akan mengalami kondisi
keseimbangan, dengan demikian relaksasi
meditasi yang berintikan pada pernafasan
akan meningkatkan sirkulasi oksigen ke
otot-otot, sehingga otot-otot akan
mengendur, tekanan darah akan menurun
(Suryani,2000)
Hasil uji statistik untuk sistolik
bermakna karena nilai p ( 0,000 ) yang
berarti lebih kecil dari a (0.05), dengan
demikian maka Ha-nya diterima sehingga
dapat disimpulkan ada perbedaan tekanan
darah sistolik antara sebelum dan sesudah
relaksasi meditasi selama satu bulan atau
dengan kata lain relaksasi meditasi dapat
menurunkan tekanan darah sebesar 7,67
mmHg, sedangkan untuk diastoliknya,
karena nilai p (0,161) berarti lebih besar
dari nilai a (0.05), maka H.a ditolak
artinya meditasi tidak cukup untuk
menurunkan tekanan darah diastolik.
Menurut Hayens, (2006), tekanan sistolik
salah satunya dipengaruhi oleh psikologis
sehingga dengan relaksasi akan
mendapatkan ketenangan dan tekanan
sistolik akan turun, selain itu tekanan darah
sistolik juga dipengaruhi sirkulasi sistemik
dan sirkulasi pulmonal sehingga dengan
relaksasi meditasi yang berfokus pada
pengaturan pernapasan akan terjadi
penurunan nadi dan penurunan tekanan
darah sistolik. Sedangkan tekanan diastolik
terkait dengan sirkulasi koroner, jika arteri
koroner mengalami aterosklerosis akan
mempengaruhi peningkatan tekanan darah
diastolik, sehingga dengan relaksasi
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
124
meditasi tidak mengalami penurunan
tekanan diastolik yang berarti.
Kelemahan pada penelitian ini
antara lain adalah tidak dilakukan
pemeriksaan pada responden sebelum
perlakuan guna mengetahui ada tidaknya
aterosklerosis pada sistem kardiovaskuler
yang akan mempengaruhi tekanan darah.
Menurut Suryani (2000) bahwa relaksasi
dapat menurunkan tekanan sistolik lebih
dari 20 mmHg dan diastolik antara 10
mmHg sampai 15 mmHg. Ternyata pada
penelitian ini tekanan sistolik turun 7.6
mmHg dan diastolik turun 0.67 mmHg.
Secara fisiologis aterosklerosis
mempengaruhi penurunan tekanan darah,
sehingga penulis mempunyai asumsi
bahwa tekanan diastolik yang tidak turun
secara bermakna pada penelitian ini
terpengaruh adanya elastisitas ataupun
aterosklerosis.
Proses intervensi pada penelitian
ini, para kader sudah diberi pelatihan
sebelumnya guna membantu jalannya
penelitian. Sedangkan responden juga
dilakukan beberapa kali pelatihan terapi
relaksasi sebelum perlakuan dengan
harapan sudah mengerti dan bisa
melakukan dengan benar tekhnik relaksasi
meditasi yang akan dilakukan pada
penelitian ini. Namun hal itu tidak bisa
menjamin para responden dapat
melakukan relaksasi meditasi dengan
sempurna karena tidak diamati secara
khusus dalam proses relaksasi meditasi
tersebut, apakah responden melakukan
relaksasi meditasi dengan benar atau
tidak.
SIMPULAN DAN SARAN
Rata-rata tekanan darah sistolik
sebelum relaksasi meditasi sebesar 147,3
mmHg, sedangkan diastoliknya 90,7
mmHg, setelah melakukan relaksasi
meditasi sistoliknya dapat diturunkan
sebasar 7,67 mmHg, sedangkan
diastoliknya 0,67 mmHg. Karakteristik
lansia meliputi rata-rata umur 64,7,
sebagian besar lansia wanita yaitu 73,3 %
dari 30 orang lansia, dengan pendidikan
semuanya setingkat Sekolah Dasar,
dengan mayoritas jenis pekerjaan ibu
rumah tangga sebanyak 70 % atau 21
orang. Ada perbedaan secara statistik
pada penurunan tekanan darah sistolik
sebesar 7.67 mmHg dengan nilai P
(0.000), setelah melakukan terapi relaksasi
meditasi. Untuk tekanan diastolik setelah
melakukan terapi relaksasi meditasi ada
penurunan sebesar 0.67 mmHg dengan
nilai P (0.161) yang berarti lebih besar dari
nilai a (0.05).
Bagi Dinas Kesehatan dan
Instansi terkait di Kabupaten Banjarnegara,
terapi relaksasi meditasi dapat menjadi
salah satu rencana program terhadap
intervensi keperawatan selanjutnya untuk
menurunkan tekanan darah pada lansia
dengan hipertensi. Bagi profesi perawat,
perlu adanya sosialisasi berupa terapi
relaksasi meditasi bagi pelaksana tindakan
asuhan keperawatan pada lansia dengan
hipertensi, sehingga terapi relaksasi
meditasi menjadi alternative intervensi
mandiri khususnya di wilayah binaan
Rumah Sakit Emanuel Klampok
Banjarnegara. Bagi peneliti yang akan
datang, perlu penelitian lanjutan dengan
memperhatikan variabel lainnya atau
menggunakan metodologi penelitian quasi
eksperimen yaitu menggunakan kelompok
kontrol untuk membandingkan penurunan
tekanan darah antara yang diberi terapi
relaksasi meditasi dengan yang tidak diberi
terapi relaksasi meditasi.
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
125
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Alimul, A., (2003), Riset
Keperawatan dan Tekhnik Penulisan
Ilmiah, Salemba Merdeka, Jakarta.
Brunner & Suddarth, (2002), Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC,
Jakarta
Crowin Elizabeth, J., (2001), Buku
Saku Patofisiologi, Alih Bahasa, Brahm, U.,
EGC, Jakarta.
Darmayanti, (2003),
Pemberdayaan Lansia di Indonesia,
Disampaikan dalam TOT Kader Posyandu
Lansia, Baturaden. Tidak dipublikasikan.
Darmojo - Boedhi., R. Martono
Hadi., H., (1999), Buku Ajar Geriatri ( Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut ), Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Emilda, Rillya, (1998), Pola
Penyakit Kronis, Pada Lanjut Usia Yang
Menjalani Asesmen Kesehatan Di Poliklinik
Geriatri RSUP. DR. Sarjito Tahun 1996-
1998, Fakultas Kedokteran Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta. Tidak
diterbitkan.
Galbraith, Paul, (1997), Meditate
Rejuvenate, Meditasi Hidup Indah Tanpa
Stres, Diterjemahkan dari Meditate
Rejuvenate Media Masters, Singapore,
Penerjemah, Dariyanto, PINKBOOKS,
Yogyakarta.
Hayens, Leenen, Soetrisno,
(2006), Buku Pintar Menaklukkan
Hipertensi, Penterjemah Karyani, Ladang
Pustaka & Intimedia, Jakarta.
Indriyani, Puji, (2005), Pengaruh
Latihan Fisik : Senam Aerobik Terhadap
Penurunan Kadar Gula Darah Pada
Penderita DM Tipe 2 Di Wilayah
Puskesmas Bukateja Purbalingga. Tidak
Dipublikasikan.
Karyadi, E., (2002), Hidup
Bersama Penyakit Hipertensi, Asam Urat,
Jantung Koroner, Intisari Mediatama,
Jakarta.
Knight, John, F., (2001), Jantung
Kuat Bernapas Lega, Penerjemah,
Panjaitan, M. & Lina Limanto, Indonesia
Publishing House, Indonesia.
Mansjoer, A., (2000), Kapita
Selekta Kedokteran, Editor, Mansjoer
Arif,…..(et al)…… Edisi 3, Cetakan 1,
Media Aesculapius FKUI, Jakarta.
Martin Shulman & Ellen Mandel. (
1998 ), Coomunicating Better With Older
People. http//www.ec-online.net/. diperoleh
14 Maret 2005.
Miller A. Calor. ( 1995 ), Nursing
Care Of Older Adult, Theori and Practice.
2 ndEd. Philadelphia : J.B Lippincott Co.
Notoatmojo, Soekidjo, (2002),
Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka
Cipta, Jakarta.
Nugroho, Wahjudi, (2000),
Keperawatan Gerontik, Editor, Monica,
Ester, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Pengobatan Hipertensi,
http://id.novartis.com/obat_tensi.shtml, 14
Maret 2006
Price, S. A., (1995), Pathofisiology
: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Alih Bahasa, Peter Anugrah, Editor,
Carolie Wijaya, Edisin 4, EGC, Jakarta.
Pudjiastuti, Utomo., (2003),
Fisioterapi pada lansia, Editor Monica
Ester, EGC, Jakarta.
Pusdiknakes, Dep Kes, (1993),
Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler, Editor,
Ni Luh Gede Yasmin Asih, EGC, Jakarta.
Santoso, (2000), Penatalaksanaan
Awal Jantung Berdasarkan Paradigma
Sehat, http://www.geoogle.com, 14 Maret
2006.
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
126
Suryani, Luh, Ketut, (2000),
Menemukan Jati Diri Dengan Meditasi,
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Sustrani, Lani., Santoso, Samsir.,
Hadibroto, Iwan., (2004), Hipertensi,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wijayanti, Rahayu,
(2006),Komunikasi Terapeutik Pada
Lansia, Hand Out MA : Keperawatan
Gerontik Semester III. Program Studi
Sarjana Keperawatan. Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto. Tidak
dipublikasikan.
Wolff, Hanns, Petter., (2005),
Hipertensi ( Cara Mendeteksi Dan
Mencegah Tekanan Darah Sejak Dini ),
Alih Bahasa, Lily Endang Joeliani, Buana
Ilmu Populer, Jakarta.
118
PENGARUH TERAPI RELAKSASI MEDITASI TERHADAP PENURUNAN TEKANAN
DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI WILAYAH BINAAN RUMAH SAKIT
EMANUEL KLAMPOK BANJARNEGARA
Sudiarto1, Rahayu Wijayanti2, Taat Sumedi3
1Akademi Keperawatan “YAKPERMAS” Banyumas
2 3 Jurusan Keperawatan FKIK Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
ABSTRACT
Hypertension of elderly is a systolic pressure that is equal or more than 140 mmHg
and/or diastolic pressure that is equal or more than 90 mmHg. One of hypertension
managements is without drug where the result is more than just only overcoming this disease
but also prevent stroke and heart attack. By relaxed meditation technique whole body will rest,
physical will rest, mental will rest, and improve the blood circulation to muscles so that the
muscles tend to relax and the blood pressure may reduce. This study on an elderly integrated
services post (Posyandu) in the region founded by Emanuel hospital at Kaliwinasuh Village
Klampok subdistrict Banjarnegara Regency, from November to December 2006, aimed to fiond
out the effect of relaxed meditation therapy on reduction of elderly blood pressure with
hypertension.
This was a pre-experimental study without control group with a one group pretestposttest
design. Sampling method used was total sampling. Respondent of this study was 30
elderly people suffering hypertension. Data collecting tool was a questionnaire (Indriyani,
2005), and observation was collected by measuring blood pressure before and after relaxed
meditation.
The results showed that that systolic blood pressure on the statistical test indicated
that P = 0.000 (P<0.05) meaning that H-a was accepted or systolic blood pressure between
before and after relaxed meditation can be reduced significantly in amount of 7.67 mmHg.
While diastolic blood pressure on the statistical test showed P = 0.161 (P>0.05) meaning that
H-a was rejected or diastolic blood pressure between before and after relaxed meditation
cannot be reduced significantly. Result of the study showed that there is an effect of relaxed
meditation on reduction of systolic blood pressure, however it needs a further study about this
effect by using control group as comparative, or other variables such as religion, marital status,
socioeconomic level.
Keywords: Hypertension, elderly, relaxed meditation, blood pressure.
PENDAHULUAN
Undang-undang Kesehatan No. 23
Pasal 4 tentang hak dan kewajiban
menjelaskan bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan yang
optimal, tidak terkecuali orang yang
berusia lanjut. Salah satu hasil
pembangunan Nasional di bidang
Kesehatan adalah meningkatnya umur
harapan hidup, sejalan dengan hal
tersebut akan meningkat pula kelompok
lanjut usia ( lansia ) di masyarakat.
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
119
Menurut laporan data Demografi
Penduduk International yang dikeluarkan
oleh Bureau of The Census USA (1993),
dilaporkan bahwa Indonesia pada tahun
1990 – 2025 akan mempunyai kenaikan
jumlah lansia sebesar 414 %, suatu angka
paling tinggi di seluruh dunia dibandingkan
kenaikan jumlah lansia di negara-negara
lain seperti: Kenya adalah sebesar 347 %,
Brasil 255 %, India 242 %, China 220 %,
Jepang 129 %, Jerman 66 %, Swedia 33
%. Sedangkan pertambahan lansia di
Indonesia menurut ahli dari WHO yang
berbicara dalam seminar lansia di
Amsterdam Nederland pada tanggal 4
Desember 1999, pertambahannya adalah
sebesar 400% antara tahun 2000 – 2025.
Beberapa hasil penelitian
epidemiologi didapatkan bahwa dengan
meningkatnya umur, tekanan darah
meninggi. Hipertensi menjadi masalah
pada usia lanjut karena sering ditemukan
dan menjadi lebih dari separuh kematian
diatas usia 60 tahun disebabkan oleh
penyakit jantung dan serebrovaskuler.
Secara nyata kematian karena penyakit
kardiovaskuler menurun dengan
pengobatan hipertensi. Dan sejalan
dengan pertambahan usia, tekanan darah
seseorang akan meningkat pula. Satu dari
lima pria berusia antara 35 sampai 45
tahun memiliki tekanan darah yang tinggi.
Angka prevalensi tersebut menjadi dua kali
lipat pada usia antara 45 – 54 tahun.
Separoh dari mereka yang berusia 55 – 64
tahun mengindap hipertensi. Pada usia 65
– 74 tahun, prevalensinya menjadi lebih
tinggi lagi, sekitar 60 persen menderita
hipertensi.
Dari hasil survey hipertensi yang
telah diadakan di Indonesia selama ini,
bahwa prevalensi hipertensi pada orang –
orang Indonesia dewasa berkisar 5 – 10 %
dan angka ini akan menjadi lebih dari 20%
pada kelompok umur diatas 50 tahun.
Hasil survey pada suatu masyarakat desa
Kenteng Ambarawa (Jawa Tengah) dari
243 lansia,prevalensi hipertensi sebanyak
33%(Boedhi Darmojo, 1999). Sedangkan
di Posyandu lansia wilayah binaan RSU
Emanuel Klampok Banjarnegara dari 120
lansia, sekitar 30 % mengalami hipertensi.
(Komunikasi pribadi dengan kader
Posyandu lansia).
Salah satu pengelolaan penderita
hipertensi adalah menggunakan
pengobatan non farmakologis yaitu
menciptakan keadaan rileks dengan
berbagai cara seperti meditasi, yoga yang
dapat mengontrol sistem syaraf yang
akhirnya menurunkan tekanan darah.
Dewasa ini ketenangan pikiran untuk
menjaga tekanan darah agar tetap normal
sudah terbukti sangat efektif (Knight,2001).
Menurut Suryani (2000), secara
umum latihan relaksasi meditasi dapat
menurunkan tekanan darah tinggi sistolik
lebih dari 20 mmHg dan diastolik 10 -15
mmHg. Relaksasi menjadikan efek obat
hipertensi lebih efektif, jika penderita yang
sedang melaksanakan pengobatan
farmakologis. Sedangkan menurut Brunner
& Suddart (2002), berdasarkan beberapa
penelitian, pendekatan non farmakologis
termasuk relaksasi merupakan intervensi
wajib yang harus di lakukan pada terapi
hipertensi.
Menurut Nelson dalam Sutrani,
Alam, Hadibroto (2004), melaporkan
banyaknya penderita hipertensi yang
berhasil mengelola penyakitnya tanpa
obat. Pengelolaan hipertensi tanpa obat,
hasilnya lebih dari sekedar mengatasi
penyakit ini saja, tapi juga sekaligus
mencegah stroke dan serangan jantung.
Obat hipertensi umumnya mempunyai efek
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
120
samping yang juga cukup serius, misalnya
beta blocker mengakibatkan sulit tidur,
kelelahan, dan gangguan pencernaan.
Disamping itu harganya cukup mahal.
Tujuan umum dari penelitian ini
adalah mengetahui pengaruh Relaksasi :
Meditasi terhadap penurunan tekanan
darah pada lansia dengan Hipertensi di
Wilayah binaan RSU Emanuel Klampok
Banjarnegara . Secara khusus penelitian
ini bertujuan 1).Mengetahui tekanan darah
sebelum dan sesudah melakukan
Relaksasi : Meditasi pada lansia dengan
hipertensi di Posyandu wilayah binaan
RSU Emanuel Klampok Banjarnegara 2).
Mengetahui karakteristik responden pada
lansia dengan hipertensi yang melakukan
Relaksasi : Meditasi di Posyandu wilayah
binaan RSU Emanuel Klampok
Banjarnegara. 3). Menganalisa pengaruh
Relaksasi : Meditasi terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia dengan
Hipertensi
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan jenis penelitian pra
eksperimen tanpa kelompok pembanding..
Rancangan penelitian yang digunakan
adalah one group pretest-posttest design.
Penelitian ini dilakukan di Posyandu Lansia
Desa Kaliwinasuh wilayah binaan Rumah
Sakit Emanuel Klampok.. Populasi dalam
penelitian ini adalah lansia dengan
hipertensi yang ada di Posyandu Lansia
wilayah binaan Rumah Sakit Emanuel
Klampok. Adapun tehnik pengambilan
sampelnya dengan menggunakan
sampling jenuh yaitu cara pengambilan
sampel dengan mengambil semua anggota
populasi menjadi sampel.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini
adalah : 1). Klien berusia 60 – 74 tahun.
2). Berada di posyandu lansia wilayah
binaan RSU Emanuel Klampok
Banjarnegara. 3). Bersedia mengikuti
terapi relaksasi meditasi dengan durasi 2 x
15 menit yang dilakukan 3 kali seminggu
selama 4 minggu. 4). Tekanan darahnya
antara 140/90 mm Hg sampai dengan
159/99 mm Hg yang diukur sebelum
perlakuan. 5). Bersedia menjadi responden
secara tertulis.
Sedangkan kriteria eksklusi adalah
:1) Klien berusia < 60 tahun dan > 75
tahun. 2). Tekanan darah < 140/90 mm Hg
dan > 159/99 mm Hg. 3). Tidak mengikuti
terapi relaksasi meditasi 3 kali seminggu
selama 4 minggu.
Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan program komputer
dan untuk analisa data menggunakan uji
statistik parametris yaitu Analisa Compare
Means dengan uji paired sample T test
atau uji T dependen untuk menguji
perbedaan hasil pre test dan post test
tekanan darah.
Penelitian ini merupakan salah
satu upaya untuk menurunkan tekanan
darah pada lansia dengan hipertensi
menggunakan tekhnik relaksasi meditasi
yang dilakukan selama satu bulan dengan
lama latihan 2 x 15 menit dengan frekuensi
3 kali / minggu. Eksperimen penelitian ini
dilakukan mulai tanggal 14 November
sampai dengan 14 Desember 2006 di
Posyandu lansia wilayah binaan Rumah
Sakit Emanuel Klampok Banjarnegara.
Dalam waktu tersebut diperoleh sebanyak
46 responden terdiri atas laki-laki dan
perempuan yang memenuhi kriteria inklusi
serta menanda tangani lembar
persetujuan. Dari 46 responden terdapat
16 orang yang drop out dalam penelitian
ini karena satu kali tidak mengikuti
perlakuan. Oleh karena itu dalam analisa
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
121
hasil penelitian ini didasarkan dari jumlah
responden yang mengikuti perlakuan
secara teratur dari awal sampai akhir
perlakuan yaitu n = 30 responden
HASIL DAN BAHASAN
Gambaran umum Responden
Responden dalam penelitian ini
adalah lansia yang berada di Posyandu
Lansia Desa Kaliwinasuh Klampok
Banjarnegara tahun 2006 dengan kriteria
usia antara 60 – 74 tahun, mempunyai
tekanan darah antara 140/90 mm Hg
sampai dengan 159/99 mm Hg, mengikuti
terapi relaksasi meditasi dengan durasi 2 x
15 menit, 3 x seminggu selama 4 minggu,
jumlah responden 30 orang dimana
responden yang diteliti rata-rata berumur
64, 7 tahun dengan umur paling muda
adalah 60 tahun dan tertua 74 tahun.
Jumlah responden berdasar jenis kelamin
pada penelitian ini sebagian besar adalah
lansia perempuan sebanyak 22 orang atau
73,3 % dan sisanya lansia laki – laki
sebanyak 8 orang atau 26,7 %. Berdasar
tingkat pendidikan responden pada
penelitian ini adalah semuanya
berpendidikan SD, sedangkan jumlah
responden berdasar pada jenis pekerjaan
sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah
tangga sebanyak 21 orang lansia atau 70
% dan 8 orang lansia atau 26.7 % bekerja
sebagai petani sedangkan lansia yang
berprofesi lain – lain sebanyak satu lansia
atau 3.3 %. Dan jumlah responden
berdasar berat badan mempunyai rata –
rata berat badan 43,7 Kg, dengan berat
badan terendah 35 Kg dan tertinggi 57 Kg.
Lansia merupakan fenomena baru
dinegara yang sedang berkembang yang
mau menuju kearah proses kemajuan
pada berbagai bidang, sungguhpun
Indonesia masih banyak masalah sebagai
akibat krisis yang berkepanjangan, namun
fenomena yang tampak untuk lansia justru
berbeda, dimana kemajuan dalam bidang
pelayanan kesehatan, ekonomi justru
memicu permasalahan baru dimana angka
harapan hidup meningkat, terutama untuk
wanita yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan laki-laki, dengan demikian maka
lansia wanita jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan lansia laki-laki, ratarata
umur lansia berkisar antara 60 sampai
74 tahun dengan rata-rata 67,4 tahun, usia
ini termasuk kategori lanjut usia, (WHO
dalam Nugroho,2000), dengan demikian
berdasarkan kategori ini maka
konsekwensi kesehatan, psikologi dan
sosial juga harus dipertimbangkan dalam
proses pembinaannya.
Dalam bidang kesehatan akan
terjadi proses degeneratif pada hampir
seluruh organ termasuk organ vital, dan
otot yang cenderung athropi, hal ini
disebabkan karena ketidak mampuan
jaringan untuk memperbaharui diri,
mengganti diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya, sehingga
hanya mempertahankan kemampuan sel
tersebut sampai pada titik paling akhir.
(Constantinides,1994 dalam Boedhi
Darmojo,1999). Salah satu perubahan
yang menonjol pada lansia adalah pada
sistem kardiovaskuler dimana massa
jantung bertambah, Ventrikel kiri
mengalami hipertrofi dan kemampuan
peregangan jantung berkurang karena
perubahan jaringan ikat dan penumpukan
lipofusin, hal ini akan mempengaruhi
elastisitas dan permeabilitas, sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan sistolik
dan perfusi jaringan (Pudjiastuti & Utomo,
2003), dengan demikian tekanan darah
akan meningkat, inilah yang menyebabkan
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
122
prevalensi hipertensi pada lansia
meningkat (Hayens et all, 2006).
Hal yang menyulitkan dalam
proses pembinaan kesehatan lansia,
disebabkan karena tingkat pendidikan
yang sangat rendah, dimana semua lansia
hanya berpendidikan Sekolah Dasar atau
Sekolah Rakyat waktu itu, sehingga
penyampaian pesan akan sangat teredusir
maknanya, karena jauhnya pemahaman
dengan pesan yang disampaikan, hal lebih
diperparah lagi dengan kemampuan
pendengaran dan penglihatan yang sudah
jauh berkurang, akan semakin menambah
transfer of communication tersebut.
Dalam hal ini perlu adanya teknik
komunikasi yang efektif pada lansia baik
secara verbal maupun non-verbal, menurut
Miller ( 1995 ) dalam Wijayanti (2006)
antara lain yaitu mulailah kontak dengan
bertukar nama dan jabat tangan, jelaskan
tujuan komunikasi, tunjukan sikap empati
yang sewajarnya, menciptakan situasi
lingkungan yang mendukung, serta
mengeliminir situasi agar tidak gaduh dan
hargai privasi lansia, kata yang pendek
dan singkat, kalimat sederhana, gaya
bicara lambat, ucapan tiap kata jelas,
volume dapat meningkat tetapi nada
rendah, ulangi pertanyaan dengan kata
yang sama, setiap komunikasi verbal
sebaiknya disertai dengan non-verbal yang
kuat. Sehingga bisa disimpulkan bahwa
komunikasi yang efektif merupakan
elemen mendasar dalam pelayanan pada
lansia, berkomunikasi dengan lansia
membutuhkan waktu dan kesabaran yang
ekstra.
Pengaruh Terapi Relaksasi Meditasi Terhadap Tekanan Darah
Tabel 1. Hasil Uji Statistik Antara Sebelum Dan Sesudah Relaksasi Meditasi Pada
Lansia Hipertensi
Variabel N Mean SD P value
Tekanan Sistolik
P I
P II
Tekanan diastolik
P I
P II
30
30
30
30
147.3
139.6
90.7
90.0
6.26
3.92
2.54
0.00
0.000
0.161
Dari tabel diatas menunjukkan
relaksasi meditasi dapat menurunkan
tekanan darah sistolik sebesar 7,67
mmHg, dan hasil uji statistik menunjukkan
nilai p (0,000) yang berati kurang dari nilai
a (0.05), sehingga kesimpulannnya Ha
diterima artinya tekanan darah systole
antara sebelum dan sesudah relaksasi
meditasi dapat diturunkan secara
bermakna, sebaliknya meskipun
diastoliknya dapat diturunkan sebesar 0,67
mmHg namun tidak cukup alasan secara
statistik untuk mengatakan ada perbedaan
penurunan diastole antara sebelum dan
sesudah relaksasi meditasi karena nilai p (
0.161 ) yang berarti masih lebih besar dari
nilai a (0.05), sehingga H.a ditolak
artinya tekanan darah diastolik antara
sebelum dan sesudah relaksasi meditasi
tidak turun secara bermakna.
Gambaran tekanan darah sistolik
sebelum melakukan relaksasi meditasi
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
123
menunjukan rata – rata sistolik sebelum
melakukan relaksasi meditasi adalah 147.3
mmHg dengan range sistolik terendah 140
mmHg dan tertinggi 160 mmHg.
Sedangkan sistolik sesudah melakukan
relaksasi meditasi menunjukan rata – rata
139.7 mmHg dengan renge 130 mmHg
sampai 150 mmHg. Sedangkan gambaran
tekanan darah diastolik sebelum relaksasi
meditasi menunjukan rata – rata 90.7
mmHg dengan range anatara 90 sampai
100 mmHg. Sedangkan diastolik sesudah
relaksasi meditasi menunujukan tekanan
yang sama yaitu 90 mmHg.
Tekanan darah sebelum dilakukan
tindakan relaksasi meditasi sistoliknya
rata-rata 147,3 mmHg, jika dibandingkan
setelah melakukan relaksasi meditasi
selama satu bulan tekanan darah
menunjukkan rata-rata sistoliknya 139,7
mmHg, hal ini berarti ada penurunan
sebanyak 7,6 mmHg atau berarti
penurunan sebesar 5,16 %, sedangkan
jika dibandingkan dengan range sistolik
sebelum relaksasi meditasi yang bergerak
dari 140 sampai 160 ternyata dengan
relaksasi meditasi mengalami penurunan
secara keseluruhan yaitu antara 130-150
mmHg.
Adapun tekanan diastolik rata-rata
sebelum relaksasi meditasi sebesar 90,7
mmHg, sedangkan sesudah relaksasi
meditasi selama satu bulan rata-ratanya
turun menjadi 90 mmHg atau turun
sebesar 0,08%, demikian juga dengan
range diastolik sebelum yang berkisar
antara 90 sampai 100, sesudah relaksasi
meditasi semua lansia mengalami
penurunan yaitu menjadi 90 mmHg.
Tekanan darah tersebut untuk kasus
sebelum melakukan relaksasi meditasi,
sudah termasuk kategori hipertensi stage 1
karena sistoliknya antara 140-159 mmHg,
sedangkan diastoliknya antara 90-99
mmHg (JNC, 2003).
Penurunan ini disebabkan karena
relaksasi meditasi pada prinsipnya adalah
memposisikan tubuh dalam kondisi tenang,
sehingga akan mengalami relaksasi dan
pada akhirnya akan mengalami kondisi
keseimbangan, dengan demikian relaksasi
meditasi yang berintikan pada pernafasan
akan meningkatkan sirkulasi oksigen ke
otot-otot, sehingga otot-otot akan
mengendur, tekanan darah akan menurun
(Suryani,2000)
Hasil uji statistik untuk sistolik
bermakna karena nilai p ( 0,000 ) yang
berarti lebih kecil dari a (0.05), dengan
demikian maka Ha-nya diterima sehingga
dapat disimpulkan ada perbedaan tekanan
darah sistolik antara sebelum dan sesudah
relaksasi meditasi selama satu bulan atau
dengan kata lain relaksasi meditasi dapat
menurunkan tekanan darah sebesar 7,67
mmHg, sedangkan untuk diastoliknya,
karena nilai p (0,161) berarti lebih besar
dari nilai a (0.05), maka H.a ditolak
artinya meditasi tidak cukup untuk
menurunkan tekanan darah diastolik.
Menurut Hayens, (2006), tekanan sistolik
salah satunya dipengaruhi oleh psikologis
sehingga dengan relaksasi akan
mendapatkan ketenangan dan tekanan
sistolik akan turun, selain itu tekanan darah
sistolik juga dipengaruhi sirkulasi sistemik
dan sirkulasi pulmonal sehingga dengan
relaksasi meditasi yang berfokus pada
pengaturan pernapasan akan terjadi
penurunan nadi dan penurunan tekanan
darah sistolik. Sedangkan tekanan diastolik
terkait dengan sirkulasi koroner, jika arteri
koroner mengalami aterosklerosis akan
mempengaruhi peningkatan tekanan darah
diastolik, sehingga dengan relaksasi
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
124
meditasi tidak mengalami penurunan
tekanan diastolik yang berarti.
Kelemahan pada penelitian ini
antara lain adalah tidak dilakukan
pemeriksaan pada responden sebelum
perlakuan guna mengetahui ada tidaknya
aterosklerosis pada sistem kardiovaskuler
yang akan mempengaruhi tekanan darah.
Menurut Suryani (2000) bahwa relaksasi
dapat menurunkan tekanan sistolik lebih
dari 20 mmHg dan diastolik antara 10
mmHg sampai 15 mmHg. Ternyata pada
penelitian ini tekanan sistolik turun 7.6
mmHg dan diastolik turun 0.67 mmHg.
Secara fisiologis aterosklerosis
mempengaruhi penurunan tekanan darah,
sehingga penulis mempunyai asumsi
bahwa tekanan diastolik yang tidak turun
secara bermakna pada penelitian ini
terpengaruh adanya elastisitas ataupun
aterosklerosis.
Proses intervensi pada penelitian
ini, para kader sudah diberi pelatihan
sebelumnya guna membantu jalannya
penelitian. Sedangkan responden juga
dilakukan beberapa kali pelatihan terapi
relaksasi sebelum perlakuan dengan
harapan sudah mengerti dan bisa
melakukan dengan benar tekhnik relaksasi
meditasi yang akan dilakukan pada
penelitian ini. Namun hal itu tidak bisa
menjamin para responden dapat
melakukan relaksasi meditasi dengan
sempurna karena tidak diamati secara
khusus dalam proses relaksasi meditasi
tersebut, apakah responden melakukan
relaksasi meditasi dengan benar atau
tidak.
SIMPULAN DAN SARAN
Rata-rata tekanan darah sistolik
sebelum relaksasi meditasi sebesar 147,3
mmHg, sedangkan diastoliknya 90,7
mmHg, setelah melakukan relaksasi
meditasi sistoliknya dapat diturunkan
sebasar 7,67 mmHg, sedangkan
diastoliknya 0,67 mmHg. Karakteristik
lansia meliputi rata-rata umur 64,7,
sebagian besar lansia wanita yaitu 73,3 %
dari 30 orang lansia, dengan pendidikan
semuanya setingkat Sekolah Dasar,
dengan mayoritas jenis pekerjaan ibu
rumah tangga sebanyak 70 % atau 21
orang. Ada perbedaan secara statistik
pada penurunan tekanan darah sistolik
sebesar 7.67 mmHg dengan nilai P
(0.000), setelah melakukan terapi relaksasi
meditasi. Untuk tekanan diastolik setelah
melakukan terapi relaksasi meditasi ada
penurunan sebesar 0.67 mmHg dengan
nilai P (0.161) yang berarti lebih besar dari
nilai a (0.05).
Bagi Dinas Kesehatan dan
Instansi terkait di Kabupaten Banjarnegara,
terapi relaksasi meditasi dapat menjadi
salah satu rencana program terhadap
intervensi keperawatan selanjutnya untuk
menurunkan tekanan darah pada lansia
dengan hipertensi. Bagi profesi perawat,
perlu adanya sosialisasi berupa terapi
relaksasi meditasi bagi pelaksana tindakan
asuhan keperawatan pada lansia dengan
hipertensi, sehingga terapi relaksasi
meditasi menjadi alternative intervensi
mandiri khususnya di wilayah binaan
Rumah Sakit Emanuel Klampok
Banjarnegara. Bagi peneliti yang akan
datang, perlu penelitian lanjutan dengan
memperhatikan variabel lainnya atau
menggunakan metodologi penelitian quasi
eksperimen yaitu menggunakan kelompok
kontrol untuk membandingkan penurunan
tekanan darah antara yang diberi terapi
relaksasi meditasi dengan yang tidak diberi
terapi relaksasi meditasi.
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
125
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Alimul, A., (2003), Riset
Keperawatan dan Tekhnik Penulisan
Ilmiah, Salemba Merdeka, Jakarta.
Brunner & Suddarth, (2002), Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC,
Jakarta
Crowin Elizabeth, J., (2001), Buku
Saku Patofisiologi, Alih Bahasa, Brahm, U.,
EGC, Jakarta.
Darmayanti, (2003),
Pemberdayaan Lansia di Indonesia,
Disampaikan dalam TOT Kader Posyandu
Lansia, Baturaden. Tidak dipublikasikan.
Darmojo - Boedhi., R. Martono
Hadi., H., (1999), Buku Ajar Geriatri ( Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut ), Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Emilda, Rillya, (1998), Pola
Penyakit Kronis, Pada Lanjut Usia Yang
Menjalani Asesmen Kesehatan Di Poliklinik
Geriatri RSUP. DR. Sarjito Tahun 1996-
1998, Fakultas Kedokteran Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta. Tidak
diterbitkan.
Galbraith, Paul, (1997), Meditate
Rejuvenate, Meditasi Hidup Indah Tanpa
Stres, Diterjemahkan dari Meditate
Rejuvenate Media Masters, Singapore,
Penerjemah, Dariyanto, PINKBOOKS,
Yogyakarta.
Hayens, Leenen, Soetrisno,
(2006), Buku Pintar Menaklukkan
Hipertensi, Penterjemah Karyani, Ladang
Pustaka & Intimedia, Jakarta.
Indriyani, Puji, (2005), Pengaruh
Latihan Fisik : Senam Aerobik Terhadap
Penurunan Kadar Gula Darah Pada
Penderita DM Tipe 2 Di Wilayah
Puskesmas Bukateja Purbalingga. Tidak
Dipublikasikan.
Karyadi, E., (2002), Hidup
Bersama Penyakit Hipertensi, Asam Urat,
Jantung Koroner, Intisari Mediatama,
Jakarta.
Knight, John, F., (2001), Jantung
Kuat Bernapas Lega, Penerjemah,
Panjaitan, M. & Lina Limanto, Indonesia
Publishing House, Indonesia.
Mansjoer, A., (2000), Kapita
Selekta Kedokteran, Editor, Mansjoer
Arif,…..(et al)…… Edisi 3, Cetakan 1,
Media Aesculapius FKUI, Jakarta.
Martin Shulman & Ellen Mandel. (
1998 ), Coomunicating Better With Older
People. http//www.ec-online.net/. diperoleh
14 Maret 2005.
Miller A. Calor. ( 1995 ), Nursing
Care Of Older Adult, Theori and Practice.
2 ndEd. Philadelphia : J.B Lippincott Co.
Notoatmojo, Soekidjo, (2002),
Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka
Cipta, Jakarta.
Nugroho, Wahjudi, (2000),
Keperawatan Gerontik, Editor, Monica,
Ester, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Pengobatan Hipertensi,
http://id.novartis.com/obat_tensi.shtml, 14
Maret 2006
Price, S. A., (1995), Pathofisiology
: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Alih Bahasa, Peter Anugrah, Editor,
Carolie Wijaya, Edisin 4, EGC, Jakarta.
Pudjiastuti, Utomo., (2003),
Fisioterapi pada lansia, Editor Monica
Ester, EGC, Jakarta.
Pusdiknakes, Dep Kes, (1993),
Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler, Editor,
Ni Luh Gede Yasmin Asih, EGC, Jakarta.
Santoso, (2000), Penatalaksanaan
Awal Jantung Berdasarkan Paradigma
Sehat, http://www.geoogle.com, 14 Maret
2006.
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, No.3, November 2007
126
Suryani, Luh, Ketut, (2000),
Menemukan Jati Diri Dengan Meditasi,
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Sustrani, Lani., Santoso, Samsir.,
Hadibroto, Iwan., (2004), Hipertensi,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wijayanti, Rahayu,
(2006),Komunikasi Terapeutik Pada
Lansia, Hand Out MA : Keperawatan
Gerontik Semester III. Program Studi
Sarjana Keperawatan. Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto. Tidak
dipublikasikan.
Wolff, Hanns, Petter., (2005),
Hipertensi ( Cara Mendeteksi Dan
Mencegah Tekanan Darah Sejak Dini ),
Alih Bahasa, Lily Endang Joeliani, Buana
Ilmu Populer, Jakarta.
Tuesday, 17 December 2013
Friday, 13 December 2013
Sejarah Berdirinya FC Barcelona
Sejarah Berdirinya FC Barcelona
Banyak
pemain sepakbola legendaris terlahir dari FC Barcelona (FC Barca)
seperti Kubala, Suarez, Cruyff, Maradona, Ronaldinho dan Lionel Messi.
Selama abad 20, Barca menjadi symbol Barcelona, sebuah symbol yang
merepresentasikan identitas Catalan sebagai bangsa. Begitulah, mengapa
Barca dikatakan lebih dari sebuah klub.
Pengusaha
berkebangsaan Swiss datang ke Spanyol untuk urusan bisnis dengan
sejumlah orang setempat dan Inggris. Dia adalah Joan Gamper yang
kemudian menjadi pendiri FC Barcelona. Mereka ternyata sama-sama
menyukai sepakbola. Akhirnya di kantor Sole Gym pada 29 November 1899
Gamper bertemu Gualteri Wild, Lluis d’Osso, Bartomeu Terrados, Otto
Kunzle, Otto Maier, Enric Ducal, Pere Cabot, Carles Pujol, Josep Llobet,
John Parsons, dan William Parsons. Duabelas orang tersebut berkumpul
dengan maksud mendirikan klub sepakbola dan berdirilah Football Club
Barcelona yang juga disebut Barca.
Gamper
pun menjadi satu pemain Barcelona sampai 1903. Walter Wild dari
Inggris, diangkat sebagai presiden pertama klub hingga 1901.
Pertandingan pertama Barca digelar di Bonanova Cycle Track melawan grup
ekspatriat asal Inggris yang tinggal di Barcelona. Pertandingan berakhir
dengan kemenangan ekspatriat Inggris unggul 1-0.
Seragam
tim Barca waktu itu berwarna biru dan merah anggur. Gamper memilih biru
dan merah anggur sesuai dengan warna satu wilayah di Swiss tempat
asalnya.
Sebagai
sebuah klub tentu perlu markas. Pada 14 Maret 1909, klub meresmikan
markas pertamanya di Industria dengan kapasitas 6.000 orang. Waktu itu
Barcelona memperoleh gelar pertamanya, juara Catalan Championships
periode 1909/1910.
Musim kompetisi periode 1910/1911, 1912/1913, 1915/1916, 1918/1919 1919/1920, 1920/1921 dan 1921/1922 juaranya ada
di tangan Barcelona. Klub ini juga menjuarai kompetisi Spanish
Championships musim 1909/1910, 1911/1912, 1912/1913, 1919/1920 dan
1921/1922. Barca juga memenangi dengan cemerlang edisi perdana Spanish
National League, musim kompetisi 1928-1929.
Di
tahun saat menjuarai Catalan dan Spanish Championship markas Barca Les
Corts yang juga dikenal dengan The Cathedral of Football diresmikan 20
Mei 1922. Stadion ini kapasitas awalnya 30.000 orang, tapi belakangan lipat dua menjadi 60.000.
Pada
1924 klub memiliki 12.207 anggota fans dan ini jumlah pendukung yang
besar sekaligus jadi fondasi penggemar masifnya sekarang. Toh begitu,
jumlah fans-nya pernah mengalami masa surut. Lantaran perang sipil 1936
dan represi rezim fasis, di tahun 1939 jumlah pendukung anjlok menjadi
3.486.
Dekade
1930-an memang menjadi masa suram dan getir Barca. Pemilik klub Joan
Gamper meninggal 30 Jul 1930. Permulaan dekade yang fatal dan klub masuk
ke dalam periode kemunduran. Terjadi krisis institutional, banyak
anggota meninggalkan klub, hasil pertandingan yang buruk dan tekanan
politis pendukungnya Franco.
Perang
sipil pada 1936 menimbulkan petaka bagi Barcelona FC. Josep Sunol,
Presiden Barcelona, dibunuh tentaranya Franco di dekat Guadalajara.
Maret 1938 kaum fasis menjatuhkan bom FC Barcelona Social Club dan
menyebabkan kerusakan serius.
Pada
1939 pasukannya Franco menciptakan banyak masalah terhadap klub, karena
ini sudah menjadi symbol orang Catalan. Namun,tidak selamanya derita
merundung Barca. Dekade 1940-an Barca secara bertahap recovery kendati
terus dirundung kesulitan internal. Dari pihak eksternal rezim Franco
masih merongrong. Misalnya pada Juni 1943 Franco melalui wasit dan
polisi mengancam Barca ketika melawan Real Madrid. Pertandingan berakhir
dengan kekalahan Barca, skor 11-1. Hanya saja—di dekade ini—bukan Barca
namanya kalau sama sekali tidak menorehkan prestasi.
Barca
meraih juara liga nasional musim kompetisi1944/1945, 1947/948 dan
1948/949 serta juara Latin Cup 1949. Yang terakhir ini merupakan
prestasi internasional pertama barca. Kompetisi itu didahului European
Champions Cup Title. Klala itu Barca diperkuat Cesar, Basora, Velasco,
Curta, Gonzalvo bersaudara, Seguer, dan Biosca o Ramallets. Juni 1950
Ladislao Kubala bergabung di Barcelona dan membuat Barcelona FC menjadi
tim tak terkalahkan.
Barca sangat berterimakasih pada garis depan yang luar
biasa yaitu Basora, Cesar, Kubala, Moreno dan Manchon. Di antara 1951
dan 1953, Barca memenangi tiap kompetisi yang digelar seperti Liga
Spanyol 1951/1952 dan 1952/1953 serta Piala Spanyol 1950/1951, 1951/1952
dan 1952/1953).
Yang
paling mengesankan adalah pada musim 1952/1953. Barca merebut empat
piala: Liga Spanyol, Piala Spanyol, Latin Cup Eva Duarte, dan Martini
Rossi trophies. Kubala menjadi figur luar biasa bagi Les Corts dan
segera Francesc Miro-Sans mempromosikan pembangunan Camp Nou Stadiym Nuu
Camppun diresmikan pada 24 September 1957, berkapasitas 90.000
penonton.
Barca
baru kembali menjuarai liga Spanyol untuk musim 1958/1959 dan 1959/1960
serta Fairs’ Cups 1957/1958 dan 1959/1960.Waktu itu Barca dilatih
Helenio Herrera dengan pemain-pemain brilian seperti Kocsis, Czibor,
Evaristo, Kubala, Eulogio Martinez, Suarez, Villaverde, Olivella,
Gensana, Segarra, Gracia, Verges dan Tejada.
Tapi,
pada dekade 60-an Barca mengalami periode krisis. Barca hanya memenangi
Piala Spanyol 1963 dan 1968 serta Fairs’ Cup 1966. Baru pada dekade
1970-an Barca bangkit lagi. Pada 1973, bergabung Johan Cruyff asal
Belanda. Hadirnya Cruyff memberi sentuhan akhir pada barisan penyerang
emas yang terdiri dari Rexach, Asensi, Sotil dan Marcial. Tim ini
memimpin kompetisi liga musim 1973/1974. Sekaligus berbarengan dengan
perayaan hari jadi klub ke-75. Anggota fans saat itu mencapai angka
69.566. Ketika perayaan dipasang poster Joan MirĂ³ untuk mengenangnya.
FC
Barcelona sekarang menjadi entitas olah raga yang mencakup basketball,
handball, hockey, atletik, ice-hockey, figure skating, indoor football,
rugby, baseball, volleyball, dan divisi sepakbola wanita. Tim
sepakbolanya menjadi satu klub yang ikut kualifikasi kompetisi di
daratan Eropa tiap tahun sejak 1955. Total anggota fans pun luar biasa.
Sekarang mencapai 105.706 anggota dan 1.508 klub supporter. Barcelona
kini bermarkas di Avenida Aristides Maillol 8020, Spain. Nomor telepon
yang bisa dihubungi (+34) 93 496 36 00.
Subscribe to:
Comments (Atom)